MAKALAH ILMU POLITIK : NEW SOCIAL MOVEMENT
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang
mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama. Setiap orang mempunyai hak untuk
menggabungkan diri dengan orang lain menjadi satu kelompok. Hal ini sesuai
dengan UUD 1945 yang berbunyi keberadaan kelompok ini mempunyai tujuan yaitu
untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk lebih menguntungkan mereka.
Kelompok ini membangun kekuatan yang besar dan ikut serta dalam partisipasi
sosial demi terwujudnya tujuan seperti apa yang mereka harapkan. Sehingga
kelompok ini dinamakan kelompok kepentingan.
Setiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam
partisipasi politik. Namun keberadaannya sangatlah berpengaruh kecil terhadap
jalannya pemerintahan, terutama di negara-negara yang penduduknya berjumlah
besar. melalui menggabungkan diri dengan orang lain menjadi satu kelompok,
diharapkan tuntuntan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah. Sesuai dengan
tujuan dari kelompok ini yaitu untuk memengaruhi kebijakan pemerintah agar
lebih menguntungkan mereka. Kelompok ini kemudian berkembang menjadi gerakan
sosial (social movement). Gerakan ini
merupakan bentuk perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan
nilai-nilai bersama. Dasar dari kelompok ini adalah “protes”. Mereka sangat
kritis terhadap cara-cara berpolitik dari para politisi dan pejabat. Karena
beragamnya kelompok-kelompok kepentingan ini, Gabriel A. Almond dan Bingham G.
Powell membagi kelompok kepentingan dalam empat kategori, yaitu: kelompok
anomi, kelompok nonasosiasional, kelompok institusional, dan kelompok
asosional.
Maka dari itu, kami tertarik untuk membahas tentang
Partisipasai Politik Mengenai New Social
Movement (MSN) dan kelompok-kelompok kepentingan. Karena hal ini sangat
penting untuk kami bahas, untuk mengetahui lebih mendalam mengenai paritisipasi
warga negara khususnnya kelompok kepentingan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas
maka m,asalah-masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan New Social movement?
2. Bagaimanakah
partisipasi politik dengan New Social Movement?
3. Bagaimana
gerakan sosial baru di Indonesia?
1.3
Tujuan
Nerdasarkan Rumusan Masalah Diatas maka
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan new social movement.
2. Mengetahui
partisipasi politik dengan new social movement.
3. Mengetahui
tentang gerakan sosial baru di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sejarah Gerakan Sosial
Berbicara tentang gerakan sosial ( Social
Movement ) maka tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kapitalisme dunia,
karena pada umumnya gerakan sosial lahir untuk merespon akan diskursus
kapitalisme. Dan walaupun gerakan sosial merupakan gejala yang baru dalam ilmu
sosial, namum gerakan sosial sudah ada sejak lama yaitu mulai abad 18, yaitu
pada saat gereja Methodis di Amerika dan Inggris menjadi sebuah bentuk gerakan
sosial yang berbasis Agama.
Di abad 19 terdapat gerakan sosial Internasional (The International Socialist Movement ) yang tumbuh dan berkembang
di berbagai tempat di Eropa juga di anggap sebagai gerakan sosial. Dan pada
abad ke 20 juga terdapat gerakan hak-hak sipil di Eropa dan Amerika yang
menentukan sejarah panjang diskriminasi rasial di negeri tersebut. Di tahun
1970 an gerakan anti perang dan gerakan anti kemapanan yang menggunjang
kehidupan Amerika juga dianggap sebagai inspirasi dari gerakan sosial.
Gerakan sosial (social
movement) merupakan fenomena partisipasi sosial (masyarakat) dalam
hubungannya dengan entitas-entitas eksternal. Istilah ini memiliki beberapa
definisi, namun secara umum dapat dilihat sebagai instrumen hubungan kekuasaan
antara masyarakat dan entitas yang lebih berkuasa (powerful). Masyarakat
cenderung memiliki kekuatan yang relatif lemah (powerless) dibandingkan
entitas-entitas yang dominan, seperti negara atau swasta (bisnis). Gerakan sosial menjadi instrumen yang efisien
dalam menyuarakan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain gerakan sosial
merupakan pengeras suara masyarakat sehingga kepentingan dan keinginan
mereka terdengar.
Gerakan sosial lahir dari situasi
yang dihadapi masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang
terhadap rakyat. Dengan kata lain gerakan sosial lahir sebagai reaksi terhadap
sesuatu yang tidak diinginkannya atau menginginkan perubahan kebijakan karena
dinilai tidak adil. Biasanya gerakan sosial seperti itu mengambil bentuk dalam
aksi protes atau unjuk rasa di tempat kejadian atau di depan gedung dewan
perwakilan rakyat atau gedung pemerintah. Setelah Mei 1998, gerakan sosial
semakin marak dan ketidakadilan atau ketidakpuasan yang muncul jauh sebelum
1998 dibongkar untuk dicari penyelesaiannya. Situasi itu menunjukkan bahwa dimana sistem politik semakin terbuka dan
demokratis maka peluang lahirnya gerakan sosial sangat terbuka.
Berbagai
gerakan sosial dalam bentuk LSM dan Ormas bahkan Parpol yang kemudian menjamur
memberikan indikasi bahwa memang dalam suasana demokratis maka masyarakat
memiliki banyak prakarsa untuk mengadakan perbaikan sistem atau struktur yang
cacat. Dari kasus itu dapat kita ambil semacam kesimpulan sementara bahwa
gerakan sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa
masyarakat dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau
struktur pemerintah.
2.1.2 Ciri-Ciri gerakan Sosial
Di sini
terlihat tuntutan perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak
sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan
dengan kehendak sebagian rakyat.Karena gerakan sosial itu lahir dari masyarakat
maka kekurangan apapun di tubuh pemerintah menjadi sorotannya. Jika tuntutan
itu tidak dipenuhi maka gerakan sosial yang sifatnya menuntut perubahan
insitusi, pejabat atau kebijakan akan berakhir dengan terpenuhinya permintaan
gerakan sosial. Sebaliknya jika gerakan sosial itu bernafaskan ideologi, maka
tak terbatas pada perubahan institusional tapi lebih jauh dari itu yakni perubahan
yang mendasar berupa perbaikan dalam pemikiran dan kebijakan dasar pemerintah.
Adapun ciri-ciri gerakan menurut beberapa ahli yaitu:
1. Bruce J Cohen (1992) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.
Gerakan kelompok
2.
Terorganisir
(struktur, personalia, jaringan, mekanisme kerja, dukungan modal/alat, dll)
3.
Memiliki rencana, sasaran, dan metode
4.
Memiliki ideologi
5.
Merubah atau mempertahankan
6.
Memiliki usia jauh lebih panjang
2. Kamanto
Sunarto (2004) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.
Perilaku kolektif
2.
Kepentingan bersama
3.
Mengubah ataupun mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di
dalamnya.
4.
Tujuan jangka panjang
5.
Penggunaan cara di luar institusi (mogok makan, pawai, demo, konfrontasi, dll)
3. James W. Vander
Zanden (1990)
dan Rafael Raga Maran (2001) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.
Upaya terorganisir yang
2.
Dilakukan sekelompok orang
3.
Menimbulkan perubahan/menentangnya
4.
Aktif atau tidak pasif menata perubahan
4. Kartasapoetra
dan Kreimers (1987) ciri-ciri gerakan
sosial yaitu:
1.
Kegiatan kolektif
2. Berusaha mengadakan orde kehidupan
baru.
3.
Memiliki kendali dan bentuk
4.
Memiliki kebiasaan atau nilai sosial
5.
Memiliki kepemimpinan dan tenaga kerja
*5. Robert
Mirsel (2004) ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1. Memiliki
seperangkat keyakinan dan tindakan tak terlembaga (noninstitutionalised)
2.
Dilakukan sekelompok orang
3.
Memajukan atau menghalangi perubahan di dalam suatu masyarakat.
4.
Mereka cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang berlaku umum secara luas dan
sah di dalam suatu masyarakat.
6. Laode Ida (2003)
ciri-ciri gerakan sosial yaitu:
1.
Ada upaya kolektif melakukan perubahan
2.
Adanya organisasi sebagai wadah gerakan
3. Gerakan tersebut melembaga serta
memiliki gagasan alternatif perubahan
4.
Aktivitas dan gerakannya terus-menerus
5.
Memiliki identitas kolektif sebagai ciri
6.
Serta kehadirannya menjadi tantangan bagi pihak lain (pemerintah, institusi
manca negara, dll).
7.
Gerakan dilakukan sekelompok orang
8. Memiliki visi,
misi, tujuan, ide, nilai sosial politik
9. Mempertahankan, merubah, merebut,
mengontrol, dan menjalankan kehidupan sosial politik
10.
Dilakukan secara sistematis dan terorganisir
11. Memiliki
identitas kolektif dan alternatif perubahan
2.1.3 Tahapan-tahapan Gerakan Sosial
Smelser [1962]
mengungkapkan, ada empat komponen dasar dari tindakan sosial (social action), yaitu:
(1) Tujuan-tujuan yang bersifat umum (generalized ends) atau nilai-nilai (values), yang memberikan arahan yang
paling luas terhadap perilaku sosial dengan tujuan tertentu (purposive social behavior);
(2) Ketentuan-ketentuan
regulatif yang mengatur upaya-upaya pencapaian tujuan tersebut, yakni
aturan-aturan yang terdapat dalam norma (norms);
(3) Mobilisasi
energi individual untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dalam
kerangka normatif. Jika yang kita anggap sebagai aktor adalah individu, kita
menanyakan bagaimana ia termotivasi;
dan jika kita melihat dalam tingkatan sistem sosial, kita menanyakan bagaimana
individu-individu yang termotivasi ini diorganisasikan
dalam peran-peran dan organisasi-organisasi;
(4) Fasilitas
situasional yang tersedia, di mana para aktor menggunakannya sebagai sarana.
Fasilitas ini termasuk pengetahuan tentang lingkungan, perkiraan konsekuensi
dari tindakan, perangkat dan keterampilan.
Komponen paling
umum dari tindakan sosial terletak dalam sistem nilai. Komponen ini begitu umum
sehingga tidak punya spesifikasi norma, organisasi, atau fasilitas tertentu
untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Nilai itu, misalnya, demokrasi, yang secara
umum menjadi ideologi gerakan mahasiswa 1998. Meskipun ada elemen-elemen yang
sama dalam definisi demokrasi di berbagai negara seperti sistem representasi,
kekuasaan mayoritas, dan sebagainya, nilai ini tidak memberikan pengaturan
institusional yang persis.
Norma bersifat
lebih spesifik ketimbang nilai. Norma bisa bersifat formal, seperti ditemukan
dalam peraturan hukum, bisa juga informal. Namun nilai dan norma saja belum
menentukan bentuk organisasi tindakan manusia, seperti: siapa yang menjadi
pelaksana upaya pencapaian tujuan ini, bagaimana tindakan-tindakan para
pelaksana ini distrukturkan dalam peran dan organisasi, semacam: gerakan
mahasiswa, pers mahasiswa, dan sebagainya. Mobilisasi motivasi ke dalam
tindakan terorganisasi adalah komponen ketiga untuk mewujudkan tujuan nilai dan
norma tadi
Komponen
terakhir adalah fasilitas situasional. Ini bisa berupa sarana yang mendukung,
bisa juga hambatan yang mempersulit pencapaian tujuan konkret dalam konteks
peran dan organisasi. Komponen terakhir ini mengacu ke pengetahuan seorang
aktor tentang peluang dan keterbatasan lingkungan, dan dalam sejumlah kasus,
tentang pengetahuan terhadap kemampuannya sendiri dalam mempengaruhi
lingkungan. Pengetahuan ini bersifat
relatif, bagi kemungkinan pencapaian tujuan yang menjadi bagian dari
keanggotaannya pada suatu peran atau organisasi.
Berbagai
teori sebelumnya telah menunjukkan adanya kondisi-kondisi sosial, yang mengarah
ke munculnya gerakan sosial. Namun ini barulah tahapan paling dini yang dilalui
suatu gerakan sosial dalam periode waktu tertentu. Menurut Farley [1992], gerakan sosial kemudian melalui tahap organisasi,
disusul birokratisasi atau institusionalisasi, dan akhirnya gerakan sosial
cepat atau lambat akan mencapai periode surut (decline).
1. Tahap
Organisasi. Selama tahap organisasi,
penekanan suatu gerakan sosial adalah pada mobilisasi orang, merekrut peserta
baru, dan mencari perhatian media massa. Pada tahap ini, aksi demonstrasi,
mendatangi DPR, boikot, dan sebagainya merupakan hal umum. Seringkali juga dilakukan
upaya membangun koalisi dengan kelompok-kelompok lain terkait atau yang
memiliki tujuan serupa. Membangun organisasi yang layak sangat krusial pada
tahapan ini.
2. Tahap
Institusionalisasi. Ketika mencapai tahap ini,
gerakan sosial telah melewati batas, dari posisinya sebagai “sesuatu yang di
luar kelaziman” menjadi bagian yang diterima oleh pola politik, religius, atau
budaya masyarakat. Kantor dan struktur birokratik diciptakan untuk menuntaskan
tugas-tugas gerakan. Jika tujuan-tujuan gerakan secara meluas diterima dalam
masyarakat, gerakan itu menjadi bagian yang biasa dari struktur sosial
masyarakat. Risiko bagi setiap gerakan yang telah mencapai tahap ini adalah ia
akan menjadi bagian dari struktur sosial yang pada awalnya ia tentang dan mengambil
beberapa karakteristik dari struktur tersebut.
3. Tahap
Surut. Pada akhirnya, sebuah gerakan
mungkin mengalami kemerosotan. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan:
hilangnya seorang pemimpin kharismatis,
pertentangan internal, merosotnya dukungan, atau mungkin karena gerakan
itu sudah mencapai sasaran dan tujuan, dan tidak berhasil mengembangkan
tujuan-tujuan baru. Meskipun kemerosotan di sini disebutkan paling akhir,
kemerosotan ini bisa terjadi di titik manapun dalam perkembangan sebuah gerakan
sosial. Kecuali jika tahap ini bisa diatasi, tahap surut ini biasanya menandai
berakhirnya sebuah gerakan sosial. Dalam sejumlah kasus, tahap surut ini bisa
berbalik jadi kebangkitan lagi, ketika kondisi-kondisi sosial menjadi kondusif
bagi babakan baru aktivitas gerakan.
Horton dan Hunt [1993] merumuskan tahapan gerakan sosial sebagai berikut:
(1) Tahap ketidaktenteraman, karena ketidakpastian
dan ketidakpuasan semakin meningkat;
(2) Tahap perangsangan, yakni ketika perasan ketidakpuasan sudah sedemikian besar,
penyebab-penyebabnya sudah diidentifikasi, dan saran-saran tindak lanjut sudah
diperdebatkan;
(3) Tahap formalisasi, yakni ketika para pemimpin
telah muncul, rencana telah disusun, para pendukung telah ditempa, dan
organisasi serta taktik telah dimatangkan;
(4) Tahap institusionalisasi, yakni ketika
organisasi telah diambil alih dari para pemimpin terdahulu, birokrasi telah
diperkuat, dan ideologi serta program telah diwujudkan. Tahap ini seringkali
merupakan akhir kegiatan aktif dari gerakan sosial;
(5) Tahap pembubaran (disolusi), yakni ketika gerakan itu berubah menjadi organisasi
tetap atau justru mengalami pembubaran.
Dalam kasus
gerakan mahasiswa 1998, tahapan organisasi, institusionalisasi, dan surut ini
sudah dilalui. Tahapan surut mulai terlihat sesudah Soeharto berhenti. Namun
gerakan mahasiswa Indonesia tidak pernah benar-benar berhenti, seperti
kebangkitan dan aksi perlawanan mahasiswa yang telah terjadi di bawah
pemerintahan BJ Habibie, dan aksi-aksi sporadis di bawah pemerintahan KH
Abdurrahman Wahid. Walaupun aksi-aksi mahasiswa itu tidak pernah mencapai
puncak seperti periode Mei 1998.
2.1.4
Fungsi Gerakan Sosial
Perubahan-perubahan besar dalam tatanan sosial di
dunia yang muncul dalam dua abad terakhir sebagian besar secara langsung atau
tak langsung hasil dari gerakan-gerakan sosial. Meskipun misalnya gerakan
sosial itu tidak mencapai tujuannya, sebagian dari programnya diterima dan
digabungkan kedalam tatanan sosial yang sudah berubah. Inilah fungsi utama atau
yang manifest dari gerakan-gerakan sosial. Saat gerakan sosial tumbuh,
fungsi-fungsi sekunder atau “laten” dapat dilihat sebagai berikut:
1. Gerakan Sosial memberikan sumbangsih kedalam
pembentukan opini publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan
politik dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan kedalam opini
publik yang dominan.
2. Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin
yang aka menjadi bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya
menjadi negarawan penting. Gerakan-gerakan buruh sosialis dan kemerdekaan
nasional menghasilkan banyak pemimpin yang sekarang memimpin negaranya.
Para pemimpin buruh dan gerakan lainnya bahkan
sekalipun mereka tidak memegang jabatan pemerintah juga menjadi elit politik di
banyak negara. Kenyataan ini banyak diakui oleh sejumlah kepala pemerintahan
yang memberikan penghargaan kepada para pemimpin gerakan sosial dan
berkonsultasi dengan mereka dalam isu-isu politik. Saat dua fungsi ini mencapai
titik dimana gerakan sesudah mengubah atau memodifikasi tatanan sosial, menjadi
bagian dari tatanan itu maka siklus hidup gerakan sosial akan berakhir karena melembaga.
2.2.5
Faktor Penyebab Gerakan
Sosial
Faktor apakah yang menyebabkan munculnya gerakan
sosial? Mengapa orang melibatkan diri kepada perilaku kolektif yang bertujuan
mempertahankan ataupun mengubah masyarakat? Dalam ilmu-ilmu sosial dapat
dijumpai berbagai penjelasan, baik bersifat psikologis maupun bersifat
sosiologis. Penjelasan yang sering dikemukakan mengaitkan gerakan sosial dengan
deprivasi ekonomi dan sosial.
Menurut penjelasan ini orang melibatkan diri dalam
gerakan sosial karena menderita deprivasi (kehilangan, kekurangan,
penderitaan), misalnya di bidang ekonomi (seperti hilangnya peluang untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya: pangan, sandang, papan). Para penganut
penjelasan ini menunjuk pada fakta bahwa gerakan sosial dalam sejarah didahului
deprivasi yang disebabkan oleh sosial seperti kenaikan harga-harga bahan
kebutuhan pokok.
Beberapa ahli sosiologi, misalnya James Davies, kurang
sependapat dengan penjelasan deprivasi semata-mata. Mereka menunjuk pada fakta
bahwa gerakan sosial sering muncul justru pada saat masyarakat menikmati
kemajuan dibidang ekonomi. Oleh sebab itu dirumuskanlah penjelasan yang memakai
konsep deprivasi sosial relatif. James Davies mengemukakan bahwa meskipun
tingkat kepuasan masyarakat meningkat terus, namun mungkn saja terjadi
kesenjangan antara harapan masyarakat dengan keadaan nyata yang dihadapi
kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan yuang diinginkan masyarakat dengan apa
yang diperoleh secara nyata.
Kesenjangan ini dinamakan deprivasi sosial relatif.
Apabila kesenjangan sosial relatif ini semakin melebar sehingga melewati batas
toleransi masyarakat, misalnya karena pertumbuhan ekonomi dan sosial diikuti
dengan kemacetan bahkan kemunduran mendadak maka, menurut teori Davies revolusi
akan tercetus. Sejumlah ahli sosiologi lain berpendapat bahwa deprivasi tidak
dengan sendirinya akan mengakibatkan terjadinya gerakan sosial.
Menurut mereka perubahan sosial memerlukan
pengerahan sumber daya manusia maupun alam (resource mobilization).
Tanpa adanya pergerakan sumber daya suatu gerakan sosial tidak akan terjadi,
meskipun tingkat deprivasi tinggi. Keberhasilan suatu gerakansosial bergantung,
menurut pandangan ini, padasosial manusia seperti kepemimpinan, organisasi dan
keterlibatan, serta sosial sumber daya lain seperti dana dan sarana. Deprivasi
yang dialami oleh masyarakat kita pada tahun 1966 tingkat inflasi tinggi yang
dampaknya terasa pada harga kebutuhan pokok, ketidakmampuan terhadap
klebijaksanaan politik dalam negeri kepemimpinan nasional setelah peristiwa
percobaaqn kudeta “Gerakan 30 September”.
Menurut teori ini tidak akan
menghasilkan gerakansosial berupa kebangkitan “Angkatan 1966” apabiula
ditunjang dengan pengerahan sumber daya kepemimpinan, organisasi dab
keterlibatan mahasiswa dan pelajar, dukungan moral dan materiel kekuatan dalam
TNI, dukungan berbagai kalangan masyarakat, dan peliputan oleh media massa
dalam negeri dan luar negeri
2.2 Pembahasan
2.2.1
Pengertian New Social Movement
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan
oleh suatu kelompok masyarakat yang disertai program. Secara teoritis Gerakan
Sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat
dalam usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur
pemerintah. Di sini terlihat tuntutan perubahan itu biasanya karena kebijakan
pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan
itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat. Karena gerakan sosial lahir
dari masyarakat maka kekurangan apapun ditubuh pemerintah menjadi sorotannya.
Dari literatur defenisi tentang gerakan sosial, adapula yang mengartikan
gerakan sosial sebagai sebuah gerakan yang anti pemerintah dan juga pro
pemerintah. Ini berarti tidak selalu gerakan sosial itu muncul dari masyarakat
tapi bisa juga hasil rekayasa para pejabat pemerintah atau penguasa.
Gerakan
Sosial Menurut Para Ahli
A.
Jurgen Habermas, menyatakan bahwa Gerakan Sosial
hubungan defensive individu- individu untuk melindungi ruang publik dan private
mereka dengan melawan serbuan dari sistem negara dan pasar.
B.
Charles Tilly,menyatakan bahwa gerakan sosial atau social movement adalah sebagai sebuah tindakan/performance yang
berkelanjutan secara bertahap, pertunjukan/displays dan kampanye yang dilakukan
oleh orang-orang biasa dan mereka
membuat tuntutan secara kolektif terhadap yang lain.
C.
T.Tarrow dalam
bukunya power in Movement (1994) berpendapat bahwa social movement adalah tantangan kolektif oleh orang-orang
yang mempunyai tujuan bersama berbasis solidaritas, (yang dilaksanakan) melalui
interaksi secara terus-menerus dengan para elite, lawan-lawannya, dan
pejabat-pejabat.
D.
Anthony Giddens menyatakan Gerakan
Sosial sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau gerakan
mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif (action
collective) diluar ruang lingkup lembaga-lembaga yang mapan. Sedangkan Mansoer
Fakih menyatakan bahwa Gerakan Sosial dapat diartikan sebagai kelompok yang
terorganisir secara tidak ketat dalam rangka tujuan sosial terutama dalam usaha
merubah struktur maupun nilai sosial
E.
Herbert Blumer merumuskan Gerakan Sosial
sebagai sejumlah besar orang yang bertindak bersama atas nama sejumlah tujuan
atau gagasan.
F.
Robert
Misel dalam bukunya yang berjudul Teori Pergerakan Sosial mendefenisikan
Gerakan Sosial sebagai seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga
yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan
dalam masyarakat.
Berdasarkan sumber lain, ada juga
yang mendiskripsikan gerakan sosial terbut menjadi beberapa tipologi, di
antaranya adalah:
1.
Scope/Berdasarkan cakupannya
a.
Reform Movement/ Gerakan reformasi
b.
Radical Movement/ Gerakan radikal
2.
Type of Change/Berdasarkan Jenis Perubahnnya
a.
Innovation Movement/ Gerakan inovasi
b.
Conservative Movement/ Gerakan konservatif
3.
Targets/Berdasarkan Targetnya
a.
Group Focused Movement/ Gerakan yang terfokus pada kelompok
b.
Individual Focused Movement/ Gerakan yang terfokus pada individu
4.
Methods of Work/Berdasarkan Metode Kerjanya
a.
Peaceful Movement/ Gerakan damai
b.
Violent Movement/ Gerakan kekerasan
c.
Terrorist Movement/ Gerakan teror
5.
Old and New Movement /Gerakan Lama dan Baru Gerakan
6.
Range/Berdasarkan Ruang Lingkupnya
a.
Global Movement/Gerakan gkobal
b.
Local Movement/Gerakan lokal
c.
Multilevel Movement/Gerakan yang bersifat multi level
Teori gerakan sosial baru adalah muncul sebagai kritik terhadap teori lama
sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis kelas. Gerakan sosial baru adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak
tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan sosial baru lebih
bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan anti rasisme, anti nuklir, feminisme,
kebebasan sipil dan lain sebagainya. Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di
era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan
buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam sistem
produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah. Karena system
kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di luar sistem produksi. Ada
beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti berubahnya media hubung
antara masyarakat sipil dan negara dan berubahnya tatanan dan representasi
masyarakat kontemporer itu sendiri.
Gerakan sosial baru menaruh
konsepsi idiologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat sipil tengah meluruh,
ruang sosialnya telah mengalami penciutan dan digerogoti oleh kemampuan kontrol
negara. Dan secara radikal Gerakan sosial baru mengubah paradigma marxis yang
menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah kelas dan konflik
kelas.Sehingga gerakan sosial baru didefenisikan oleh tampilan gerakan yang non
kelas serta pusat perhatian yang non materialistik, dan karena gerakan social
baru tidak ditentukan oleh latar belakang kelas, maka mengabaikan organisasi
serikat buruh industri dan model politik kepartaian, tetapi lebih melibatkan
politik akar rumput, aksi-aksi akar rumput. Dan berbeda dengan gerakan klasik,
struktur gerakan sosial baru didefenisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan ,
kehendak dan orientasi heterogenitas basis sosial mereka.
Gerakan sosial baru pada umumnya
merespon isu-isu yang bersumber dari masyarakat sipil, dan membidik domain
sosial masyarakat sipil ketimbang perekonomian atau negara, dan membangkitkan
isu-isu sehubungan demoralisasi struktur kehidupan sehari-hari dan memusatkan
perhatian pada bentuk komunikasi dan identitas kolektif.
Jean Cohen ( 1985:669 ) menyatakan Gerakan
Sosial Baru membatasi diri dalam empat pengertian yaitu,
(a) aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi kembalinya
komunitas-komunitas utopia tak terjangkau dimasa lalu
(b) aktornya
berjuang untuk otonomi, pluralitas
(c) para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman masa lalu,
untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran,
(d) para aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi pasar.
Dengan demikian tujuan dari
gerakan sosial baru adalah untuk menata kembali relasi negara, masyarakat dan
perekonomian dan untuk menciptakan ruang publik yang di dalamnya terdapat
wacana demokratis otonomi dan kebebasan individual.
2.2.2 Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan
Kelompok-Kelompok Kepentingan
Kelompok ini muncul karena salah
satu sebab, orang mulai menyadari bahwa suara satu orang (misalnya dalam
pemilu) sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-negara yang penduduknya
berjumlah besar. Melalui kegiatan menggabungkan diri dengan orang lain menjadi
suatu kelompok, diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah.
Tujuan kelompok ini ialah memengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih
menguntungkan mereka. Gerakan ini merupakan bentuk perilaku kolektif yang
berakar dalam kepercayaan dan nilai-nilai bersama.
Kelompok
kepentingan muncul pertama kali pada awal abad ke-19. Organisasi internal lebih
longgar dibanding dengan parpol. Pada 1960-an timbul fenomena baru, sebagai
lanjutan dari generasi sosial lama, yaitu Gerakan Sosial Baru. Gerakan sosial
Baru ini berkembang menjadi gerakan yang sangat dinamis, terutama dengan
timbulnya pergolakan di negara-negara Eropa Timur yang ingin melepaskan diri
dari otorianisme menuju demokrasi. Tujuannya meningkatkan kualitas hidup. Salah
satu caranya ialah dengan mendirikan berbagai kelompok yang peduli pada masalah
baru. Beragam kelompok dengan beragam kepentingan biasanya bekerja sama. Masing-masing
kelompok bekerja sama dengan kelompok lain yang kira-kira sama orientasinya.
Jaringan kerja sangat luas, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar
negeri berkat proses globalisasi.
Sesudah memelajari berbagai analisis mengenai NSM, Enrique Larana, Hank Johnston, dan Joseph R. Gusfield (1994) samapi pada suatu kesimpulan yang diutarakan secara singkat di bawah ini.
Sesudah memelajari berbagai analisis mengenai NSM, Enrique Larana, Hank Johnston, dan Joseph R. Gusfield (1994) samapi pada suatu kesimpulan yang diutarakan secara singkat di bawah ini.
1. Basis NSM bersifat lintas kelas sosial. Latar belakang status sosial
peserta yang tersebar seperti golongan muda, gender, dan mereka yang memunyai
perbedaan orientasi seksualitas.
2. Karakteristik sosial mereka sangat berbeda dari ciri gerakan buruh,
maupun dengan konsepsi Marxis bahwa ideologi merupakan unsur yang memersatukan.
Mereka menganut pluralisme dalam ide dan nilai, berorientasi pragmatis dan
memerjuangkan partisipasi dalam proses membuat keputusan.
3. Dalam kehidupan sehari-hari, NSM menumbuhkan dimensi identitas baik
NSM yang baru maupun yang sebelumnya lemah; sifatnya lebih memerhatikan masalah
identitas daripada masalah bidang ekonomi.
4. Hubungan
antara individu dan kolektivitas kabur. Gerakan-gerakan ini lebih sering
dilaksanakan dengan kegiatan individual dibanding melalui kelompok
termobilisasi.
5. NSM sering menyangkut hal-hal yang sifatnya pribadi seperti aborsi, antimerokok, dan pengobatan alternatif.
5. NSM sering menyangkut hal-hal yang sifatnya pribadi seperti aborsi, antimerokok, dan pengobatan alternatif.
6. Taktik
mobilisasi yang tidak dipakai oleh NSM ialah melalui antikekerasan dan
ketidakpatuhan, hal yang jauh berbeda dengan taktik yang dipakai gerakan buruh
tradisional.
7.
Berkembangnya kelompok NSM dipicu antara kain oleh timbulnya krisis kepercayaan
terhadap sarana partisipasi politik, terutama perilaku partai masaa
tradisional.
8. Berbeda
dengan birokrasi dari partai-partai tradisional, kelommpok NSM cenderung
tersegmentasi, tersebar luas tanpa fokus, dan tidak sentralitis.
Beberapa
Jenis Kelompok
♦ Kelompok
Anomi
Kelompok-kelompok
ini tidak memunyai organisasi, tetapi individu-individu yang terlibat merasa
memunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama. Sekalipun tidak
terorganisir dengan rapih, dapat saja kelompok ini secara spontan mengadakan
aksi massal jika tiba-tiba timbul frustasi dan kekecewaan mengenai sesuatu
masalah. Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang
tak terkontrol, yang kadang berkahir dengan kekerasan.
♦ Kelompok Nonasosiasional
Tumbuh
berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah,
kelompok etnis, dan perkerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya tidak aktif
secara politik dan tidak memunyai organisasi ketat, walaupun lebih memunyai
ikatan daripada kelompok anomi.
♦ Kelompok Institusional
Kelompok-kelompok
formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan pemerintahan
seperti birokrasi dan kelompok militer.
♦ Kelompok Asosiasional
Terdiri atas
serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi ini dibentuk
dengan sautu tujuan eksplisit, memunyai organisasi yang baik dengan staf yang
bekerja penuh waktu. Hal ini telah menjadikan mereka lebih efektif daripada
kelompok lain. Contoh : KADIN, IDI.
♦ Lembaga Swadaya Masyarakat
Sejak
Indonesia merdeka, kehadiran LSN pertama kali tejadi pada 1957 dengan
berdirinya PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia). Lembaga yang pada
akhirnya menjadi mitra pemerintah ini menjadikan pembinaan keluarga yang sehat
sebagai fokus kegiatannya.
Menjelang
1960-an, lahir juga LSM-LSM baru. Pada masa ini muncul kesadaran bahwa
kemiskinan dan masalah yang berkaitan dengan itu tak dapat hanya diatasi dengan
menyediakan obat-obatan, bahan pangan, dan sejenisnya. Sebaliknya, perbaikan
taraf hidup masyarakat miskin harus dilakukan dengan meningkatkan kemampuan
mereka dalam mengatasi masalah. Keadaan mulai menjadi lebih kondusif bagi LSM
dan keormasan pada masa setelah jatuhnya Presiden Soeharto atau yang lebih
dikenal dengan masa Reformasi. LSM dan organisasi-organisasi sejenis
bermunculan, dan harapan bahwa pranta-pranata sosial akan berkembang lagi mulai
muncul.Dengan mendasarkan pada analisa Hope dan Timel yang kemudian dilengkapi
dengan pemikiran Eldridge dan Othari serta analisis ideologi-ideologi utama
dunia oleh Baradat, Roem Topatimasang mengemukakan bahwa dilihat dari sudut
orientasi, LSM di Indonesia dapat dibagi dalam lima kelompok paradigma.
Kelompok pertama, kesejahteraan melihat bahwa sebab-sebab kemiskinan dan
keterbelakangan masyarakat adalah kekuatan yang berada di luar kendali manusia.
Kelompok kedua, yaitu LSM penganut paradigma moderenisasi. LSM ini memandang
bahwa keterbelakangan, termasuk kemiskinan, disebabkan oleh rendahnya
pendidikan, penghasilan, keterampilan dan juga kesehatran. Kelompok ketiga
adalah yang berparadigma reformasi. LSM kelompok ini berkeyakinan bahwa sumber
dari masalah-masalah sosial adalah lemahnya pendidikan, korupsi, mismanajemen,
dan inefesiensi. Jenis LSM keempat adalah kelompok LSM berparadigma liberasi
atau pembebasan. LSM kategori ini berpandangan bahwa penyebab segala
keterbelakangan, termasuk kemiskinan adalah penindasan, pengisapan, atau bentuk
“penindasan”. Gaya kerjanya biasanya populis, militan , kerja tim, dan
berdisiplin ketat.
Kelima adalah LSM pemeluk paradigma transformasi. LSM ini menganggap bahwa sumber keterbelakangan dan kemiskinan adalah ketidakadilan tatanan sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu mereka sangat berkeinginan menciptakan tatanan baru yang lebih adil. Kegiatannya biasanya dilakukan memalui penyandaran politik, pengorganisaian rakyat, mobilasis aksi, dan membangun jaringan advokasi.
Kelima adalah LSM pemeluk paradigma transformasi. LSM ini menganggap bahwa sumber keterbelakangan dan kemiskinan adalah ketidakadilan tatanan sosial, ekonomi, dan politik. Karena itu mereka sangat berkeinginan menciptakan tatanan baru yang lebih adil. Kegiatannya biasanya dilakukan memalui penyandaran politik, pengorganisaian rakyat, mobilasis aksi, dan membangun jaringan advokasi.
2.2.3 Gerakan Sosial Baru di Indonesia
Identifikasi atas gerakan sosial baru secara wacana sudah mulai marak
diperbincangkan oleh kelompok-kelompok aktivis mahasiswa dan LSM. Tetapi
prinsip-prinsipnya belum dapat dilakukan secara menyeluruh karena pengaruh
ideologi dominan dan struktur kekuasaan. Aksi gerakan sosial baru harus dimulai
dari hulu kebijakan hingga ke hilir eksekusi kebijakan. Tahap gerakan ini tidak
bersifat reaksioner tetapi mampu mengkonsolidasikan diri dengan
kekuatan-kekuatan egaliter lainnya demi melahirkan gerakan yang universal dan
terarah.
o Mahasiswa sebagai entitas
masyarakat yang berperan sebagai kontrol pembangunan,
tidak hanya berada pada posisi sebagai pemakai teori semata, artikulasi dari
fraksis gerakan intelektual, jika mengacu kepada gagasan Antonio Gramsci,
haruslah bermodal sebagai intelektual organik yang tidak sekedar menulis
melainkan juga melakukan peran pengorganisasian. Bentuk keberadaan intelektual
organik tidak bisa lagi terdapat pada kefasihan berbicara, namun berpartisipasi
aktif dalam kehidupan praktis (Roger Simon, 1999). Manifestasi intelektual organik ini yang akan menempatkannya dalam ikatan
politik serta emosional dengan massa. Di tengah penindasan struktur semacam
ini, apalagi dengan banyaknya cendekiawan yang 'melacurkan' diri dalam struktur
kekuasaan dan modal, kehadiran intelektual organik merupakan jawaban taktis.
Keberadaan intelektual organik diharapkan membentuk kesadaran kritis massa;
karenanya seorang intelektual organik mengambil fungsi progresif, fungsi yang
menumbuhkan kesadaran massa pada tatanan serta struktur yang timpang. Lewat
intelektual organik, kesadaran akan didekatkan pada spirit oposisi ketimbang
menjadi elemen kekuasaan.
o Fungsi sebagai intelektual
organik sangat memugkinkan dalam konteks ke-Indonesiaan. Fakta kezaliman
penguasa yang absolut dan anti kritik yang mewabah dalam sistem
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Gerakan sosial (social movement) merupakan fenomena partisipasi
sosial (masyarakat) dalam hubungannya dengan entitas-entitas eksternal. Istilah
ini memiliki beberapa definisi, namun secara umum dapat dilihat sebagai
instrumen hubungan kekuasaan antara masyarakat dan entitas yang lebih berkuasa
(powerful). Masyarakat cenderung memiliki kekuatan yang relatif lemah (powerless)
dibandingkan entitas-entitas yang dominan, seperti negara atau swasta
(bisnis). Gerakan sosial menjadi
instrumen yang efisien dalam menyuarakan kepentingan masyarakat. Dengan kata
lain gerakan sosial merupakan pengeras suara masyarakat sehingga
kepentingan dan keinginan mereka terdengar.
Beberapa jenis kelompok :
1. kelompok Anomi
2. kelompok Nonasosiasional
3. kelompok Institusional
4. kelompok Asosiasional
5. Lembaga Swadaya Masyarakat.
3.2 Saran
1.
Dalam memilih gerakan sosial, hendaknya terlebih
dahulu memahami tujuan yang dimiliki oleh gerakan sosial tersebut, agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan. Mengingat banyak gerakan sosial yang hanya
ingin menarik perhatian saja.
2.
Tidak semua kelompok sosial
DARFTA
PUSTAKA
Poldi,Andi.
2012 Gerakan Sosial Menurut Para Ahli [Online] Tersedia : http://andipoldi.blogspot.com/2012/09/gerakan-sosial-menurut-para-ahli.html [19 Maret
2013]
Abie. 2012
Gerakan Sosial Indonesia [Online] Tersedia:
[19 Maret
2013]
Ardi, Tomi.
2012 Mahasiswa Sebagai Gerakan Sosial Baru [Online] tersedia : http://arditomi.blogspot.com/2012/01/mahasiswa-sebagai-untuk-gerakan-sosial.html
[19 Maret 2013]
Ryan. 2012
Gerakan Sosial [Online] Tersedia : http://riyanpgri.blogspot.com/ [19 Maret
2013]
Budiardjo,
Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.